Senin, 12 April 2010

Mengajar Dengan Empati

PEMBELAJARAN DENGAN EMPATI:

IMPLEMENTASI MULTIPLE INTELLIGENCES DALAM PEMBELAJARAN

Oleh: Heru Wahyudi

NIM: 08 002 0111

1. Pendahuluan

Berapa banyak pemikir dan jiwa kreatif yang disia-siakan, betapa banyak kekuatan otak yang terbuang percuma karena pandangan kuno dan picik kita tentang otak dan pendidikan? (Jean Houston)

Orang tua masa kini seringkali menekankan agar anak berprestasi secara akademik di sekolah. Mereka ingin sang anak menjadi juara dengan harapan kelak mereka bisa memasuki SMA atau Perguruan Tinggi yang bergengsi, atau bahkan mereka ingin agar anaknya dapat menjadi juara dalam suatu lomba mata pelajaran. Sebuah pandangan yang sering muncul ditengah masyarakat bahwasannya, mereka beranggapan sukses di sekolah adalah kunci untuk kesuksesan hidup di masa depan. Pada kenyataannya, kita tidak bisa mengingkari bahwa sangat sedikit orang-orang yang sukses di dunia ini yang menjadi juara di masa sekolah. Bill Gates (pemilik Microsoft), Tiger Wood (pemain golf) adalah beberapa dari ribuan orang yang dianggap tidak berhasil di sekolah tetapi menjadi orang yang sangat berhasil di bidangnya[1].

Proses pembelajaran di sekolah, sangatlah mendukung dengan apa yang diharapkan oleh orang tua. Namun yang jarang disadari oleh para guru maupun para praktisi pendidikan, bahwasannya siswa yang mereka hadapi tidak semuanya memiliki kecerdasan yang sama, dalam satu kelas siswa memiliki beragam kecerdasan. Sehingga dalam proses pembelajaranpun seorang guru selalu menganggap siswanya sama dan akhirnya mereka mendapatkan perlakuan yang sama juga.

Hal ini berakibat jika terdapat siswa yang memiliki kesulitan dalam belajar tidak jarang mereka dilabeli dengan “penderita disleksia” atau “learning disable (anak-anak yang menderita gangguan perkembangan bahasa, kemampuan bicara, membaca, dan keterampilan komunikasi) hanya karena mereka kesulitan dalam mengartikan kata-kata. Padahal anak yang memiliki kecerdasan spasial (kecerdasan yang mampu mengartikan kata-kata dengan visualisasi/gambar) cenderung melakukan pendekatan terhadap kata-kata dengan cara serupa seperti saat mereka mengartikan gambar-gambar visual yang menarik dan memutarnya dalam pikiran atau ketika menuliskannya. Oleh karenanya untuk anak-anak yang mengalami masalah seperti ini pendekatan dengan bahasa gambar, teka-teki kata, mengasosiasikan huruf dengan hal-hal yang bersifat visualisasi-imajinasi biasanya akan dapat mengatasi masalahnya. Kasus ini pula yang terjadi pada Albert Einstein, dipandang bodoh gurunya karena prestasi akademiknya yang buruk tetapi dengan kecerdasan spasialnya mampu menciptakan teori relativitas. Beberapa contoh orang Indonesia yang memiliki kecerdasan spasial menonjol dan mereka berhasil diantaranya, Utut Adiyanto, pecatur handal kita, seorang dengan kecerdasan spasial dan logis matematis yang diasah dengan optimal sehingga mampu menjadi pemain catur kaliber internasional. Cokorda Raka Sukawati juga merupakan seorang yang dengan kecerdasan spasialnya mampu menciptakan penyangga jalan layang Sosrobahu[2].

Kendala bagi dunia pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkualitas adalah masih banyaknya sekolah yang mempunyai pola pikir tradisional didalam menjalankan proses belajarnya yaitu sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Kenyataan ini senada dengan yang diungkapkan oleh Gardner[3], Dr. Gardner says that our schools and culture focus most of their attention on linguistic and logical-mathematical intelligence. Kita harus memberikan perhatian yang seimbang terhadap orang-orang yang memiliki talenta (gift) di dalam kecerdasan yang lainnya seperti artis, arsitek, musikus, ahli alam, designer, penari, terapis, entrepreneurs, dan lain-lain.

Sangat disayangkan bahwa saat ini banyak anak-anak yang memiliki talenta (gift), tidak mendapatkan reinforcement di sekolahnya. Banyak sekali anak yang pada kenyataannya dianggap sebagai anak yang “Learning Disabled” atau ADD (Attention Deficit Disorder), atau Underachiever, pada saat pola pemikiran mereka yang unik tidak dapat diakomodasi oleh sekolah. Pihak sekolah hanya menekankan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa.

Teori Multiple Intelligences menyatakan bahwa kecerdasan meliputi delapan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa (Gardner, 2003)[4]. Padahal setiap orang mempunyai cara yang unik untuk menyelesaikan persoalan yang dihadapinya. Kecerdasan bukan hanya dilihat dari nilai yang diperoleh seseorang. Kecerdasan merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat suatu masalah, lalu menyelesaikan masalah tersebut atau membuat sesuatu yang dapat berguna bagi orang lain.

Oleh karenanya pada orang tua/guru sebaiknya belajar mengenali beragam kecerdasan pada anak sejak dini, agar dalam proses pembelajaran mereka mendapat penanganan dan cara pembelajaran yang tepat. Dengan pola asuh yang demokratis dan komunikatif bukan over protektif, biasanya anak dengan beragam kecerdasan akan mampu berbakat dan professional.

Dalam makalah ini akan kita pahami bersama bagaimana pembelajaran dengan empati bisa dilaksanakan untuk mengatasi kelas yang memiliki kecerdasan beragam sebagaimana dicetuskan oleh professor of education at Harvard University bernama Howard Gardner(1983), yang pada tahun 1995, gardner telah mengidentifikasi delapan ragam kecerdasan yang masing-masing memiliki tingkatan bervariasi dalam teori Multiple Intelligences. Mengenai teori kecerdasan yang beragam, dia berkomentar:

Dalam pemikiran saya, kemampuan intelektual manusia itu tentunya memiliki seperangkat ketrampilan yang dipakai untuk memecahkan masalah - yang memungkinkan individu untuk memecahkan aneka masalah atau kesulitan dasar yang dia hadapi dan apabila pemecahan masalah itu tepat, dan bisa mendatangkan hasil yang efektif - tentunya akan membawa potensi untuk menemukan atau menciptakan berbagai masalah - disitulah terletak dasar bagi perolehan pengetahuan baru (Gardner 1983,60)[5].

2. Kecerdasan Beragam (Multiple Intelligences)

Kecerdasan merupakan salah satu faktor utama yang menentukan sukses gagalnya peserta didik belajar di sekolah. Peserta didik yang mempunyai taraf kecerdasan rendah atau di bawah normal sukar diharapkan berprestasi tinggi. Tetapi tidak ada jaminan bahwa dengan taraf kecerdasan tinggi seseorang secara otomatis akan sukses belajar di sekolah.

Berbagi ilmu dari Profesor Gardner yang telah menemukan teori kecerdasan beragam atau Multiple Intelligences, bahwa ada banyak kecerdasan yang dimiliki setiap orang. Teori ini juga menekankan pentingnya “model” atau teladan yang sudah berhasil mengembangkan salah satu kecerdasan hingga puncak. Teori ini dikemukakan oleh Gardner melalui bukunya yang berjudul Frames Of Mind: The Theory Of Multiple Intelligences pada tahun 2003. Pada mulanya Gardner menyatakan ada tujuh jenis kecerdasan, sesuai dengan perkembangan penelitian yang dilakukan, Gardner memasukkan kecerdasan kedelapan yaitu kecerdasan naturalis. Dalam perkembangan penelitian saat ini menjadi sembilan kecerdasan yaitu kecerdasan eksistensi[6].

Adapun kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner yaitu:

Linguistic Intelligence (Word Smart)

Bentuk kecerdasan ini dinampakkan oleh kepekaan akan makna dan urutan kata serta kemampuan membuat beragam penggunaan bahasa untuk menyatakan dan memaknai arti yang kompleks.

Berkaitan dengan pelajaran bahasa. William Shakespeare, Martin Luther King Jr, Soekarno, Putu Wijaya, Taufiq Ismail, Hilman “Lupus” Hariwijaya merupakan tokoh yang berhasil menunjukkan kecerdasan ini hingga puncak, demikian pula para jurnalis hebat, ahli bahasa, sastrawan, orator pasti memiliki kecerdasan ini.

Logical – Mathematical Intelligence (Number / Reasoning Smart)

Anak-anak dengan kecerdasan logical–mathematical yang tinggi memperlihatkan minat yang besar terhadap kegiatan eksplorasi. Mereka sering bertanya tentang berbagai fenomena yang dilihatnya. Mereka menuntut penjelasan logis dari setiap pertanyaan. Selain itu mereka juga suka mengklasifikasikan benda dan senang berhitung. Bentuk kecerdasan ini termasuk yang paling mudah distandarisasikan dan diukur. Kecerdasan ini sebagai pikiran analitik dan sainstifik, dan bisa melihatnya dalam diri ahli sains, programmer komputer, akuntan, banker dan tentu saja ahli matematika. Berkaitan dengan pelajaran matematika. Tokoh2 yang terkenal antara lain Madame Currie, Blaise Pascal, B.J. Habibie.

Visual – Spatial Intelligence (Picture Smart)

Anak-anak dengan kecerdasan visual – spatial yang tinggi cenderung berpikir secara visual. Mereka kaya dengan khayalan internal (internal imagery), sehingga cenderung imaginatif dan kreatif. Kecerdasan ini dapat ditemukan pada pelukis, pematung, programmer komputer, desainer, arsitek. Berhubungan dengan pelajaran menggambar. Tokoh yang dapat diceritakan berkaitan dengan kecerdasan ini, misalnya Picasso, Walt Disney, Garin Nugroho.

Bodily – Kinesthetic Intelligence (Body Smart)

Anak-anak dengan kecerdasan bodily – kinesthetic di atas rata-rata, senang bergerak dan menyentuh. Mereka memiliki kontrol pada gerakan, keseimbangan, ketangkasan, dan keanggunan dalam bergerak. Mereka mengeksplorasi dunia dengan otot-ototnya. Sebut saja Michael Jordan, Martha Graham (penari balet), Susi Susanti. Kecerdasan ini berkaitan dengan pelajaran olahraga atau kegiatan ekstrakurikuler seperti menari, bermain teater, pantomim.

Musical Intelligence (Music Smart)

Anak dengan kecerdasan musical yang menonjol mudah mengenali dan mengingat nada-nada. Ia juga dapat mentranformasikan kata-kata menjadi lagu, dan menciptakan berbagai permainan musik. Mereka pintar melantunkan beat lagu dengan baik dan benar. Mereka pandai menggunakan kosakata musical, dan peka terhadap ritme, ketukan, melodi atau warna suara dalam sebuah komposisi musik. Berkaitan dengan kegiatan ekstrakurikuler. Tokoh-tokoh yang sudah mengembangkan kecerdasan ini misalnya Stevie Wonder, Melly Goeslow, Titik Puspa.

Interpersonal Intelligence (People Smart)

Anak dengan kecerdasan interpersonal yang menonjol memiliki interaksi yang baik dengan orang lain, pintar menjalin hubungan sosial, serta mampu mengetahui dan menggunakan beragam cara saat berinteraksi. Mereka juga mampu merasakan perasaan, pikiran, tingkah laku dan harapan orang lain, serta mampu bekerja sama dengan orang lain. Manajer, konselor, terapis, politikus, mediator menunjukkan bentuk kecerdasan ini. Mereka biasanya pintar membaca suasana hati, temperamen, motivasi dan maksud orang lain. Abraham Lincoln dan Mahatma Gadhi memanfaatkan kecerdasan ini untuk mengubah dunia.

Intra Personal Intelligence (Self Smart)

Anak dengan kecerdasan intra personal yang menonjol memiliki kepekaan perasaan dalam situasi yang tengah berlangsung, memahami diri sendiri, dan mampu mengendalikan diri dalam situasi konflik. Ia juga mengetahui apa yang dapat dilakukan dan apa yang tidak dapat dilakukan dalam lingkungan sosial. Mereka mengetahui kepada siapa harus meminta bantuan saat memerlukan. Berkaitan dengan jurusan psikologi atau filsafat. Tokoh-tokoh sukses yang dapat dikenalkan untuk memperkaya kecerdasan ini adalah para pemimpin keagamaan dan para psikolog.

Naturalist Intelligence (Nature Smart)

Anak-anak dengan kecerdasan naturalist yang menonjol memiliki ketertarikan yang besar terhadap alam sekitar, termasuk pada binatang, di usia yang sangat dini. Mereka menikmati benda-benda dan cerita yang berkaitan dengan fenomena alam, misalnya terjadinya awan dan hujan, asal usul binatang, pertumbuhan tanaman, dan tata surya.

Existence Intelligence

Anak yang memiliki kecerdasan ini memiliki ciri-ciri yaitu cenderung bersikap mempertanyakan segala sesuatu mengenai keberadaan manusia, arti kehidupan, mengapa manusia mengalami kematian, dan realitas yang dihadapinya. Kecerdasan ini dikembangkan oleh Gardner pada tahun 1999.

3. Pembelajaran Dengan Empati

Evelyn Williams English adalah seorang trainer bertaraf nasional yang inovatif, ia bekerja pada sesi interaktif dalam bidang pemikiran kritis dan kreatif, penyusunan kurikulum, kecerdasan yang beragam, Pembelajaran membaca dan menulis lintas-kurikulum, kelompok belajar dan penilaian prestasi. Pekerjaannnya di Amerika dan Eropa telah memperkaya dasar pengetahuannya dalam menyiapkan seluruh siswa abad ke dua puluh satu.

Evelyn English memberikan pemahaman terhadap adanya perbedaan diantara para pengritik Howard Gardner yang dianggap telah memberi teori “tidak praktis”. Beberapa orang menganggap teorinya mengenai kecerdasan beragam bertanggung jawab atas seluruh kegagalan ‘pendidikan di sekolah’ pada dekade terakhir. Sebagaimana ditulis dalam buku Kecerdasan Majemuk pada bagian interaktif yang menanyakan apakah kecerdasan majemuk benar-benar teori? Dijawab oleh Gardner:

Teori MI tidak mempertimbangkan semua data karena pertimbangan seperti itu tidak akan mungkin. Sebaliknya teori ini menggunakan aneka macam riset tradisional independent: neurology, populasi khusus, perkembangan, psikometrik, anthropologi, evolusi, dan seterusnya. Teori ini adalah suatu produk dari sintesis dari survei ini (2003:65)[7].

Dari jawaban Gardner diatas menunjukkan bahwa teori MI tidak mempertimbangkan semua data, namun lebih mengedepankan hasil riset pada neurologi, populasi khusus, perkembangan, psikometrik, anthropologi, evolusi dan lain-lain. Dengan riset tersebut Gardner berpandangan teori ini merupakan produk sintesis yang dihasilkan dari suatu riset dan dianggap lebih signifikan hasilnya dari pada hanya mempertimbangkan data-data yang terkadang cenderung kurang valid.

Pembelajaran dengan empati merupakan hasil karya dari Evelyn English dalam mengungkapkan hasil pengalaman dalam pembelajaran yang efektif diruang kelas selama bertahun-tahun dengan menghubungkan pengalaman dan pengetahuan tersebut pada kerangka teori Gardner. Pembelajaran dengan empati merupakan suatu kumpulan strategi yang kuat dan praktis dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar yang berbeda dari para siswa yang sangat memerlukan lebih daripada sekedar lembar-lembar kerja . Pembelajaran ini membutuhkan instruksi yang teruji, pengetahuan tentang berbagai pendekatan yang berbeda yang diperlukan untuk membangkitkan motivasi dan menarik minat para siswa dengan karakter dan kemampuan yang berbeda. Pembelajaran semacam ini memerlukan kerangka kerja yang kaya yang membantu setiap pembaca, dari seorang pemula menjadi seorang ahli, bukan hanya mengembangkan kemampuan menguasai berbagai ketrampilan tetapi juga mengembangkan rasa cinta pada proses belajar. Dalam bukunya diungkapkan bahwa:

Pembelajaran dengan empati, panduan belajar pembelajaran tepat dan menyeluruh untuk ruang kelas dengan kecerdasan beragam merupakan suatu acuan yang dirancang untuk membantu para pendidik dalam mengintegrasikan teori tentang tingkat kecerdasan beragam dan Pembelajaran kemampuan baca-tulis di ruang kelas. Kompilasi inovatif ini menyediakan berbagai variasi strategi dan kegiatan alternatif bagi para guru yang akan sangat mendukung para siswa disemua tingkatan pada saat mereka memperoleh dan menerapkan pengetahuan dibidang membaca, berpikir, menulis, berbicara, dan mendengar(2005:15)[8]

3.1 Strategi Pendukung Dalam Pembelajaran Dengan Empati.

Dalam pembelajaran ini dapat digunakan strategi lain untuk mendukung palaksanaan mangajar dengan Empati. Adapun strategi yang dapat digunakan antara lain:

a. Mengajukan pertanyaan kritis, yaitu tehnik kontruktif yang bermanfaat disebagian besar situasi apapun untuk belajar. Strategi bertanya secara kritis ini dipadukan dengan aneka aktivitas dalam pembelajaran dengan empati. Pertanyaan-pertanyaan terbaik yang muncul nantinya akan menjadi dasar yang luas dan terbuka. Berbagai pertanyaan kritis itu dapat memancing berbagai variasi tanggapan dan mungkin juga pertanyaan-pertanyaan pada tingkatan tertinggi yang biasa kita ajukan. Semua pertanyaan itu mendorong untuk berpikir diberbagai tingkatan pemikiran, menghargai pengetahuan dan pengalaman latar belakang para siswa, dan memungkinkan mereka untuk bisa menciptakan makna diluar teks.

b. Belajar bersama, yaitu pendekatan Pembelajaran yang menintegrasikan berbagai jenis ketrampilan sosial dan prestasi akdemik. Menurut Frank Lyman (1987) [9]:

ketika para pengajar memasang-masangkan atau mengumpulkan para siswa sesuai dengan pengelompokan yang direncanakan sebelumnya dan memberikan tugas-tugas kerja bersama yang tepat, mereka memberi kesempatan kepada para siswa untuk berinteraksi dengan teman-teman sebaya, Pembelajaran dan belajar dari teman-teman sekelas mereka, mendorong timbulnya berbagai ide baru, dan meningkatkan komunikasi diruang kelas

Ketrampilan-ketrampilan sosial dari kerja tim, negoisasi, dan pemecahan masalah menjadi jenis-jenis ketrampilan bagi para siswa untuk berkembang dan mengantarkan mereka ketempat-tempat kerja mereka di masa yang akan datang. Belajar bersama itu secara alamiah menggunakan kecerdasan yang beragam. Selain itu aktifitas belajar disini mendorong timbulnya ketrampilan untuk membaca, berpikir, menulis, berbicara, dan mendengar, selama para siswa bekerja sama untuk mencapai tujuannya.

c. Berpikir Kritis yaitu dengan suatu sistim klasifikasi yang disebut Taksonomi Bloom. Benyamin Bloom menganalisis proses berpikir dan berbagi tingkat kognitif. Enam tingkatan didalam Taksonomi Bloom ini mulai dari tingkat yang paling sedikit dan berakhir dengan ketrampilan untuk berpikir yang paling kompleks, adalah sebagai berikut:

1) Pengetahuan, para siswa mempelajari informasi.

2) Pemahaman, para siswa memahami informasi.

3) Penerapan, para siswa menggunakan informasi.

4) Analisis, para siswa menguraikan informasi dengan cara-cara baru dan berbeda.

5) Sintesis, para siswa memadukan informasi dengan cara-cara baru dan berbeda.

6) Evaluasi, para siswa menilai informasi.

Ativitas-aktivitas dalam pembelajaran ini menganjurkan penggunaan semua tingkat taksonomi Bloom, dengan tekanan pada ketrampilan berpikir pada tingkat yang lebih tinggi.

3.2 Aktivitas Dalam Pembelajaran Dengan Empati.

Berikut aktivitas yang dirancang secara fleksibel untuk meningkatkan kemampuan dalam belajar siswa dengan setiap aktivitas berisi tahapan-tahapan sebagai berikut:

· Tujuan, berisi tentang maksud dari aktivitas yang akan dilakukan.

· Apa yang anda perlukan, berisi tentang bahan-bahan khusus yang akan sangat diperlukan dalam pembelajaran.

· Pembuka metakognitif, berisi tentang saran-saran untuk menyiapkan para siswa dalam melakukan aktivitas itu atau untuk berpikir secara kritis mengenai tujuan dari aktivitas itu

· Apa yang dilakukan, berisi aneka petunjuk tahap-demi-tahap untuk melakukan aktivitas itu

· Memenuhi kebutuhan siswa yang beragam, berisi tentang saran-saran untuk menghadapi berbagai tingkat kemampuan para siswa yang berebada-beda dalam kaitannya dengan aktivitas yang akan dilakukan.

· Refleksi, berisi tentang kesempatan untuk melakukan pemikiran reflektif dan penulisan tentang aktivitas itu, seperti pada jurnal atau dalam tugas pekerjaan rumah.

Pada aktivitas yang memerlukan unsur kosa kata bisa disediakan “Daftar Kosa Kata” yang diperlukan, berisi tentang kosa kata yang mungkin belum diketahui. Bebarapa aktivitas yang juga perlu dimasukkan penjelasan Tips Instruksional dan Pilihan Tehnologi.

4. Implementasi Kecerdasan Beragam Dalam Pembelajaran Melalui Pembelajaran Dengan Empati.

Dalam kelas dengan siswa beragam kecerdasan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Kecerdasan verbal/ Linguistik.

Diruang kelas, kecerdasan verbal/linguistic dirangsang melalui kegiatan bercerita, berdebat, berpidato, dan bersandiwara. Membaca dan merespon barbagai variasi teks, juga menulis bermacam tema esai, cerita, surat, dan lelucon. Untuk mengaktifkan kecerdasan verbal/linguistic ini, para guru sebaiknya mendorong para siswa untuk menghubungkan berbagai pengalaman pada masa lalu dengan pengetahuan yang baru. Strategi yang sering dikaitkan dengan transfer ini akan membantu siswa untuk menghubungkan dan memahami berbagai ide dan informasi baru secara lebih baik.

Dalam pembelajaran matematika yang dapat dilakukan oleh guru ialah mendorong siswa untuk terbiasa menggunakan kata-kata yang tidak lazim (seperti: variabel, konstanta, elemen, dan istilah lain yang ada dalam matematika). Selain itu siswa didorong untuk mempresentasikan setiap hasil kerja kelompok di depan kelas.

2. Kecerdasan musikal/rhytmis

Diruang kelas, kecerdasan musikal/ritmis itu terangsang ketika para siswa diijinkan untuk menciptakan dan menggunakan lagu, ketokan, sorak-sorai, syair, dan sajak. Aktivitas lainnya yang dapat mendorong kecerdasan ini ialah mendengar dan berbicara dengan irama dan pola serta mempelajari berbagai symbol dan kunci serta istilah beragam, yang dipakai dalam menciptakan dan membaca musik.

Dalam pembelajaran matematika yang dapat dilakukan oleh guru ialah mendorong siswa untuk dapat membuat simbol-simbol matematika dalam bentuk rumus, siswa dibiasakan dapat menurunkan rumus-rumus dan menghafalkannya guna memecahkan permasalahan matematika.

3. Kecerdasan Logis/ Matematis

Seorang guru dapat membangkitkan kecerdasan logis/matematis dalam kelas dengan cara memberikan aneka pelajaran yang diatur dan diurutkan dengan baik. Berbagi jenis teka-teki, permainan, proyek, eksperimen, aktivitas membuat kategorisasi, analogi, dan aktivitas apapun yang dilakukan pada sebuah computer akan merangsang dan melatih kecerdasan ini.

Dalam pembelajaran matematika penggunaan diagram venn untuk membandingkan, menggunakan grafik, tabel dan bagan waktu, meminta siswa mendemonstrasikan dengan benda-benda nyata, meminta siswa menunjukkan urutan merupakan hal yang dapat dilakukan oleh guru dalam pembelajaran pada kecerdasan logis/matematis.

4. Kecerdasan Visual/Spasial

Para siswa dengan kecerdasan ini bisa melihat aneka perbedaan warna yang hampir tidak kentara dan berbagai pola yang tidak biasa dan mampu menerjemahkan desain-desain pada media ekspresi yang dipilih. Untuk itu para guru dapat melengkapi kelasnya dengan berbagai bahan seni, kamera, peta, program computer/grafis, dan model karya seni. Untuk merangsang kecerdasan ini bebaskan para siswa untuk bereksperimen disemua wilayah seni visual secara bebas, juga dalam kaitannya dengan berbagai tugas dibidang kurikulum yang lain.

Dalam pembelajaran matematika yang dapat dilakukan oleh guru adalah mendorong siswa untuk membuat sketsa dari soa-soal cerita sebelum siswa menyelesaikan permaslahan yang dihadapinya, selain itu guru dapat memberi kesempatan siswa untuk membuat model-model matematika dalam rangka memberikan pemahaman yang real kepada siswa tentang matematika.

5. Kecerdasan Jasmaniah/kinestetis.

Aktivitas yang dapat dilakukan adalah aktivitas yang memasukkan gerakan fisik, seperti: perjalanan lapangan, permainan peran/acting, pelatihan mandiri/berlatih secara individual, dan kerja tim, baik dalam olah raga maupun permainan, akan menstimulus kecerdasan ini.

Dalam pembelajaran matematika yang dapat dilakukan oleh guru selama proses pembelajaran ialah membiarka siswa bergerak selama menyelesaikan persoalan matematika selama tidak mengganggu teman yang lain, selain itu dapat dilakukan melalui mathematic out door yang dapat memfasilitasi keinginan anak untuk selalu bergerak.

6. Kecerdasan Intrapersonal

Aktivita-aktivitas yang merangsang kecerdasan intrapersonal diruang kelas diantaranya adalah kesempatan untuk memecahkan masalah menggunakan metakognisi, melatih konsentrasi, menetapkan tujuan, dan menulis dalam catatan-catatan harian pribadi. Siswa dengan kecerdasan intrapersonal memerlukan waktu belajar bebas untuk melakukan refleksi, visualisai, relaksasi, dan menemukan diri sendiri.

Dalam pembelajaran matematika yang dapt dilakukan oleh guru ialah membiarkan siswa bekerja dengan iramanya sendiri, menciptakan sudut tenang dikelas atau membolehkan siswa keluar untuk bekerja sendiri, membantu siswa menyusun dan memonitor target-target pribadi, menyediakan kesempatan bagi siswa untuk memberi dan menerima masukan dan melibatkan siswa dalam membuat rangkuman pembelajaran dalam satu pertemuan.

7. Kecerdasan Interpersonal

Diruang kelas, aneka aktivitas seperti bermain petak umpet/robin round, permainan kerjasama dan proyek-proyek tim kreatif, menimbulkan kecerdasan antar-personal. Pendekatan-pendekatan instruksional multimedia juga bermanfaat bagi perkembangan kecerdasan ini.

Dalam pembelajaran matematika yang dapat dilakukan oleh guru ialah menggunakan cooperative learning yang didalamnya memberikan kesempatan kepada siawa untuk kerja kelompok, tukar pendapat dengan teman dalam kelompoknya, dan membuat siswa saling mengamati dan memberi masukan.

8. Kecerdasan Naturalis

Aktivitas-aktivitas yang dapat dilakukan diantaranya menyelidiki, mangklasifikasi, dan mengoleksi berbagai jenis unsur di alam, melakukan berbagai eksperimen ilmiah, dan meneliti solusi-solusi bagi berbagai keprihatinan lingkungan.

Dalam pembelajaran matematika yang dapat dilakukan oleh guru ialah dengan membawa anak ke alam (mathematic out door) dalam proses pembelajaran. Dengan pembelajaran matematika di luar kelas diharapkan siswa yang memiliki kecerdasan naturalis dapat terakomodasi minat dan kemampuan terhadap alam.

5. Simpulan

Teori Multiple Intelligences menyatakan bahwa kecerdasan meliputi delapan kemampuan intelektual. Teori tersebut didasarkan pada pemikiran bahwa kemampuan intelektual yang diukur melalui tes IQ sangatlah terbatas karena tes IQ hanya menekan pada kemampuan logika (matematika) dan bahasa. Teori ini dikemukakan oleh Gardner melalui bukunya yang berjudul Frames Of Mind: The Theory Of Multiple Intelligences pada tahun 2003. Pada mulanya Gardner menyatakan ada tujuh jenis kecerdasan, sesuai dengan perkembangan penelitian yang dilakukan, Gardner memasukkan kecerdasan kedelapan yaitu kecerdasan naturalis. Dalam perkembangan penelitian saat ini menjadi sembilan kecerdasan yaitu kecerdasan eksistensi, sembilan kecerdasan itu antara lain: Linguistic Intelligence (Word Smart), Logical – Mathematical Intelligence (Number / Reasoning Smart), Visual – Spatial Intelligence (Picture Smart), Bodily – Kinesthetic Intelligence (Body Smart), Musical Intelligence (Music Smart), Interpersonal Intelligence (People Smart), Intra personal Intelligence (Self Smart), Naturalist Intelligence (Nature Smart), Existence Intelligence.

Pembelajaran dengan empati merupakan suatu kumpulan strategi yang kuat dan praktis dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan belajar yang berbeda dari para siswa yang memiliki kecerdasan beragam. Strategi tersebut meliputi: mengajukan pertanyaan kritis, belajar bersama, dan berpikir kritis.


» Contoh rancangan pembelajaran dikelas pada kecerdasan Logis/Matematis.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

Sekolah : SMP Negeri 4 Jember

Mata Pelajaran : Matematika

Kelas/semester : IX / Gasal

Materi Pokok : Statistika

Alokasi waktu : 2 x 40 menit

A. Standar Kompetensi

3. Melakukan pengolahan dan penyusunan data

B. Kompetensi Dasar

3.1 Menentukan rata-rata, median dan modus data tunggal serta penafsirannya

C. Indikator

1. Menentukan rata-rata, modus dan median serta penafsirannya

2. Menggunakan konsep/rumus, rata-rata gabungan untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah.

D. Tujuan Pembelajaran

1. Dapat menentukan rata-rata, modus dan median serta peenafsirannya

2. Dapat menggunakan konsep/rumus, rata-rata gabungan untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah.

E. Materi Pembelajaran

Statistika: populasi, sample, data tungal, mean, modus, dan median, dan kuartil data tunggal.

F. Metode Pembelajaran

1. Strategi dan model : Pembelajaran dengan empati dan Kooperatif

2. Metode : Ceramah, Tanya jawab, dan diskusi kelompok

G. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran

Tahapan

Kegiatan Guru

Kegiatan Siswa

Pembuka Metakognitif

Mintalah para siswa memikirkan bagaimana mereka dapat menentukan curah hujan rata-rata setiap hari dikota kediaman mereka. Jelaskan bahwa dalam kegiatan ini mereka akan membuat nilai rata-rata dari kumpulan angka dan menentukan mean, kata lain untuk nilai rata-rata atau angka yang mewakili (representative) bagi sekumpulan angka

Memikirkan menghitung rata-rata curah hujan dirumahnya, melontarkan hasil pemikiran sebagai bahan diskusi. Dari hasil diskusi siswa membuat kesimpulan.

Apa yang dilakukan

1. Periksalah kembali proses pembuatan nilai rata-rata bersama-sama seluruh kelas dengan memakai kumpulan angka yang bervariasi untuk dibuat nilai rata-ratanya.

2. Mintalah salah seorang siswa untuk menyusun kumpulan 24 kubus dalam dalam tiga kelompok dan masing-masing 8 kubus. Mintalah siswa itu untuk tidak mengatakan bahwa semuanya berjumlah 24 kubus. Doronglah para siswa untuk melihat susunan balok itu dan mengambil kesimpulan bahwa tiga kali delapan itu samadengan dua puluh empat, dengan delapan menjadi nilai rata-ratanya atau mean.

3. Tantanglah para siswa untuk mencoba metode lainnya supaya sampai pada angka nilai tengah, dan suruh mereka membuat masalah-masalah mereka sendiri untuk dipecahkan, dengan tujuan menentukan mean.

1. Dengan bimbingan guru siswa memeriksa proses pembuatan rata-rata.

2.Siswa dengan kemampuan spasial maju kedepan untuk melakukan proses demonstrasi

3. Siswa saling bertukar permasalahan yang dimiliknya dalam kelompok dan diselesaikan oleh teman dalam kelompoknya untuk menentukan rata-ratanya.

Pilihan Tehnologi

Setelah menggunakan metode diatas, ijinkan para siswa untuk menggunakan kalkulator atau program computer untuk menentukan nilai rata-rata dari kolom angka yang panjang

Dengan kalkulator atau computer siswa mengecek hasil kerjanya.

Memenuhi kebutuhan para siswa yang beragam

Suruh para siswa bekerja bersama untuk menentukan nilai rata-rata/nilai tengah untuk setiap kelompok terdiri dari lima rangkaian angka yang sudah dipilih oleh guru.

Siswa menyelesaikan soal dalam kelompoknya masing-masing

Refleksi

Susunlah kelompok-kelompok yang terdiri dari empat sampai enam siswa untuk menyaksikan stasiun TV yang berbeda (dengan kebijaksanaan guru/orang tua) pada jam yang dipilih sebelumnya, dengan mengarahkan bahwa tiap siswa harus mencatat jumlah siaran iklan pada stasiun TV tertentu selama jam itu. Ajaklah para siswa untuk berbagi hasil dari survey/inventarisir mereka itu selama sesi kelas berikutnya. Suruhlah para siswa membuat catatan (penampilan visual) atas seluruh hasil mereka itu dan bekerja sama untuk menentukan angka rata-rata dari siaran tersebut perjamnya

Siswa mengerjakan tugas diluar jam pelajaran (di sekolah atau di rumah)

H. Sumber Belajar

1. Buku Sumber : Matematika PAKET

2. Alat/Media : 24 kubus atau balok-balok untuk disusun

I. Penilaian

1. Teknik : Tes Tertulis

2. Bentuk Instrumen : PG dan Uraian

3. Instrumen : -


Daftar Pustaka

· Evelyn English. 2005. Pembelajaran Dengan Empati. Nuansa. Bandung

· F. MIPA Unesa, 2007. Panduan Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika. Surabaya

· Gardner, Howard. 2003. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Teori dalam Praktek

· Hoerr, Thomas R. 2007. Buku Kerja Multiple Intelligences. Kaifa. Bandung.

· http://balipost.co.id. Psikologi anak oleh Retno G Kusumo. Viewed on 18/10/2008

· http://www.barikade.or.id. Kecerdasan Majemuk. viewed on 18/10/2008

· http://www.infed.org/thinkers/gardner.htm viewed on 18/10/2008

· http://www.jubille-schoole.net viewed on 18/10/2008

· http://www.telkomsekolah-online viewed on 18/10/2008

· http://www.thomasarmstromg.com/multiple-intelligences.htm viewed on 7/10/2008

· Susanto, Handy.2005. Penerapan Multiple Intelligences Dalam Sistem Pembelajaran

· Yatim Riyanto.2008. Paradigma Pembelajaran.Unesa University Press



[1] http://www.barikade.or.id. Kecerdasan Majemuk. viewed on 18/10/2008

[2] http://balipost.co.id. Psikologi anak oleh Retno G Kusumo. Viewed on 18/10/2008

[4] Handy Susanto.2005. Penerapan Multiple Intelligences Dalam Sistem Pembelajaran. Hal. 68

[5] Evelyn English. 2005. Pembelajaran Dengan Empati. Nuansa. Bandung

[6] Yatim Riyanto.2008. Paradigma Pembelajaran.Unesa University Press. Hal. 161

[7] Gardner. 2003. Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences) Teori dalam Praktek.

[8] Evelyn English. 2005. Pembelajaran Dengan Empati. Nuansa. Bandung

[9] Idem

Tidak ada komentar:

Posting Komentar